Monday, July 5, 2021

Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Meningkatkan Pemahaman Membaca Siswa

 

Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Meningkatkan Pemahaman Membaca Siswa

TwittBerbagai perubahan dalam penyampaian pembelajaran telah dilakukan oleh Ervina R. Yakob, guru kelas 3 SD Negeri Wera di Sumba Timur, sejak mendapatkan pendampingan program INOVASI. Pada awal tahun 2020, ia pun mencatat perubahan yang terjadi di kelasnya yaitu dari total 13 siswanya, sembilan di antaranya sudah mencapai tingkat membaca pemahaman sedangkan empat lainnya berada di tingkat membaca lancar. Pencapaian besar ini tentu tidak datang begitu saja.

Saat pertama kali bergabung sebagai guru di SMP Negeri 2 Purwokerto pada akhir tahun 2014, Saya bertanya-tanya mengapa siswa-siswanya cepat bosan dan tidak antusias dalam belajar. Mereka pun sulit untuk memahami pelajaran. “Saya harus menjelaskan berulang-ulang saat menerangkan pelajaran atau pun memberikan tugas,”. Saya semakin penasaran saat mengetahui bahwa tingkat kehadiran siswa tergolong rendah. Beberapa bulan setelah itu, Saya bersama guru-guru kelas awal lainnya mengikuti pelatihan dari INOVASI yang dilaksanakan melalui kegiatan forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Dari situlah Saya pun mulai menyadari beberapa hal yang menyebabkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa-siswa saya.

Pertama, selama ini saya dan guru yang sebelumnya mengampu siswa kelas VII tidak pernah menggunakan media pembelajaran selain buku teks. Sayapun tidak mengajak anak-anak bermain sambil belajar. Kedua, metode mengajar yang saya gunakan cenderung monoton dan tidak interaktif. Pembelajaran di kelas masih terpusat pada dirinya sebagai guru. Ketiga, ruang kelasnya jauh dari kata literat – tidak ada pajangan yang membangkitkan ketertarikan siswa untuk betah di kelas.

Setelah mengidentifikasi berbagai permasalahan tersebut, Saya mulai melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Saya bertanya dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menjawab. Kerap, Saya meminta mereka membaca di depan kelas. Sementara untuk media pembelajarannya, Saya mengaku membuatnya sendiri selain beberapa yang diadakan oleh sekolah. “Ada yang dibeli, tapi saya juga berusaha membuatnya sendiri dari barang-barang bekas seperti kardus,” ungkapnya.


Saat penerapan program Literasi Kelas VII, Saya mulai melakukan pengelompokkan berdasarkan kemampuan membaca siswa. Berdasarkan hasil penilaian formatif yang dilakukan, tingkat kemampuan membaca ke-13 siswa Saya berada pada membaca lancar dan membaca pemahaman. Namun karena jumlah siswa yang sudah mampu membaca pemahaman lebih banyak, kelompok ini dibagi ke dalam dua kelompok – semuanya menjadi tiga kelompok.

Saat pembelajaran – terutama pada penerapan pembelajaran berbeda – ketiga kelompok ini diberikan metode dan media pembelajaran yang berbeda, sesuai kemampuan mereka. Media yang mereka gunakan pun terus diperbaharui setiap berganti materi pembelajaran. Berikut cara Saya memanfaatkan media pembelajaran tersebut saat melakukan pembelajaran berbeda.

Sebelum siswa bekerja dalam kelompok, Saya membacakan sebuah cerita dari buku paket. Kalimat-kalimat dalam cerita tersebut digunakan sebagai bahan dari media pembelajaran untuk setiap kelompok. Selanjutnya, siswa duduk berdasarkan kelompoknya masing-masing dan diberikan pembelajaran yang berbeda.

1. Kelompok 1 (Membaca Lancar)

Siswa pada kelompok ini diberikan permainan ular tangga yang sudah disesuaikan untuk pembelajaran. Sebelum memulai Saya menjelaskan tata cara permainannya. Permainan ular tinggi sama seperti permainan ular tangga pada umumnya. Hanya saja, di setiap kotaknya terdapat kalimat tertentu yang akan dibacakan oleh siswa. Siswa melemparkan dadunya dan memindahkan batunya sesuai angka pada dadu. Saat tiba di kotak yang ditentukan, siswa membaca kalimat yang ada di sana. Lalu mengidentifikasi apakah kalimat tersebut merupakan kalimat saran atau bukan. Terakhir, mereka menyalin kalimat tersebut di buku tugas mereka.

2. Kelompok 2 (Membaca Pemahaman 1)

Siswa pada kelompok ini sudah bisa memahami isi bacaan namun terkadang mereka belum membaca dengan tanda baca dan intonasi yang sesuai. Oleh karena itu, fokus kegiatan pembelajaran untuk kelompok ini adalah untuk mengatasi hal tersebut. Media yang digunakan adalah kartu kalimat. Siswa bertugas menyusun kembali kalimat-kalimat yang ada sehingga membentuk sebuah cerita – yang merupakan salah satu paragraf atau intisari dari cerita yang dibacakan sebelumnya. Setelah mendapatkan susunan yang tepat, mereka kemudian menuliskannya ke dalam buku zigzag.

3. Kelompok 3 (Membaca Pemahaman 2)

Pada dasarnya sama dengan kelompok 2. Hanya saja, saat menuliskan kalimat yang telah disusun, siswa melakukannya di mini book.


Setelah kegiatan per kelompok selesai, pembelajaran kembali diatur klasikal. Saya kemudian mengajukan beberapa pertanyaan untuk menguji pemahaman siswanya terhadap cerita yang telah dibacakan di awal pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa khususnya dalam menghubungkan, membandingkan, memprediksi, dan menyimpulkan. Hasil pembelajaran mereka dikumpulkan untuk dijadikan bahan evaluasi lebih lanjut terkait pemahaman mereka.

Jika menemukan masih ada siswa yang masih kesulitan memahami pelajaran, Saya memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya. “Pertanyaan mereka lalu dijawab oleh teman-temannya ataupun saya sendiri,”.

Selain peningkatan pada kemampuan membaca siswa, media dan strategi pembelajaran yang telah diterapkan membantu siswa untuk lebih mudah mengingat kembali pelajaran yang telah mereka pelajari. Tingkat kehadiran mereka pun meningkat setelah penerapan metode-metode pembelajaran itu.

Sementara bagi Saya, pelatihan dan pendampingan yang ia dapatkan melalui program kemitraan pemerintah setempat dengan INOVASI membuatnya lebih mudah menentukan strategi dan media pembelajaran yang sesuai untuk kebutuhan siswa.