Saturday, April 22, 2023

KESAMBI TUA



Selepas sholat Ashar aku langsung menuju pemakaman desa. Saat sholat tadi smartphone berdering lemah. Ternyata ada pesan singkat di aplikasi WA dan juga panggilan suara. "Sekalian cek ke pemakaman bi... sudah selesai belum galian makamnya". Akhirnya aku langsung mengajak si Bungsu untuk ke pemakaman. Lokasinya tidak jauh dari masjid desaku, persis di sebelah barat masjid terbatasi oleh jalan raya.

Sejurus aku melihat belasan orang sedang berada di bawah pohon Kesambi Tua di pojok pemakaman. "Assalamu'alaikum.... apa sudah hampir selesai?" tanyaku ke salah seorang yang sedang duduk sambil makan kacang. "Belum sebentar lagi... inysa Allah jam 4 selesai" jawabnya. Ini artinya masih sekitar setengah jam lebih dari sekarang.

Sebagian besar yang sedang menggali makam adalah teman-teman masa kecil. Tepatnya si kakak kelas, ada yang 2 sampai 4 tahun lebih tua dari aku. Untuk ukuran anak desa seperti aku selisih 2 atau 4 tahun itu ya sering main bersama. Jangan berpikir main bersama itu seperti anak jaman sekarang. Mabar games atau sekedar nongki di tempat ngopi. Kami ngumpul dalam rangka hal positif, angon kambing, cari kayu bakar, cari rumput atau sekedar cari makanan. Nah yang menarik adalah kami kadang nyari buah kesambi di kuburan. Kaget kan?

Kami semua tadi akhirnya nostalgia tentang pohon kesambi yang ada di pemakaman desa kami. Ada sekitar 7 atau 8 pohon kesambi besar yang ada di pemakaman. Ada 2 pohon yang paling besar terletak di tengah makam. Sisanya di pinggiran dan ada juga yang berfungsi sebagai pembatas makam dengan tanah warga.

Aku tidak tau persis umurnya berapa pohon kesambi yang ada ini. Setahuku dari dulu besarnya segitu-gitu aja. Kami pernah mengukur waktu kecil ukuranya tidak kurang dari 3 depa. Kami sering kesulitan untuk dapat naik ke pohon ini. Kenapa kami naik pohon sebesar itu?

Pohon kesambi ini berbuah setahun sekali. Biasanya si saat musim kemarau. Bentuk buahnya hampir sama dengan buah kelengkeng. Memiliki cangkang yang lumayan keras. Berbiji warna coklat gelap sampai dengan hitam. Besarnya sama persis dengan kelengkeng dan juga bergerombol dipucuk-pucuk ranting. Bedanya pada rasa, kalau kelengkeng rasanya manis dan banyak yang berdaging buah tebal. Sedangkan kesambi ini rasanya sedikit masam segar dengan daging buah yang tipis.

Tapi buah ini dulu menjadi favorit kami. Maklum kalau kami metik buah mangga atau rambutan tetangga kami pasti diomelin. Kalau kami metik buah ini ngga ada yang ngomelin. Mau metik berapapun ngga ada yang komplain. Di samping buahnya memang berlimpah, siapa juga yang punya hak atas pohon ini? 

Jadi sudah pasti kalau pohon kesambi ini sedang berbuah, kuburan jadi ramai anak-anak. Dari siang sampai matahari tenggelam kami sering berkumpul setelah ngangon kambing atau main layangan. Beda sekali dengan anak jaman sekarang. Boro-boro berani makan buah dikuburan, lewat aja ngga berani. Akhirnya sekarang pohon kesambi ini semakin rindang menutupi hampir semua pemakaman, sejuk sampai lembab.

Sore ini kesejukan pohon kesambi menjadi saksi tempat beristirahatnya Pak Lik. Usianya memang sudah melebihi almarhum Bapak. Tapi yang pasti Aku punya kenangan yang mungkin ngga bisa terlupa. Pak Lik adalah penolongku ketika hari Sabtu aku pulang dari Purwokerto di akhir pekan. Setelah aku jalan dari alun-alun Jatilawang ke arah Gentawangi biasanya Pak Lik ada di pangkalan becak. Mengetahui aku pulang jalan Pak Lik langsung mengajak untuk naik becaknya. Lumayan perjalanan dari gentawangi ke Purwojati sekitar 4 km akhirnya tidak jadi jalan kaki. Aku nebeng Pak Lik.

Sekarang aku mengantar Pak Lik di peristirahatan terakhir.
Sugeng tindak PakLik... 
Pohon Kesambi ini hanyalah simbol bahwa PakLik akan mendapatkan kesejukan dan ketentraman. Mugi-mugi Gusti Allah paring margi ingkang padang. Sugeng istirahat. 


Purwojati, 1 Syawal 1444 Hijriyah.
Di Bawah Pohon Kesambi